JAKARTA | Harian Merdeka
Adanya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP pada Muktamar X yang akan digelar pada tahun ini, mendapat dukungan dari organisasi sayap Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yaitu Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK).
Sekretaris Jenderal GPK Thobahul Aftoni mengatakan AD/ART PPP saat ini, yakni hasil Muktamar IX Tahun 2020, tidak bisa menjadi acuan dalam pemilihan calon ketua umum (caketum) pada Muktamar X, sehingga yang akan berlaku adalah AD/ART yang disepakati muktamirin nanti.
“AD/ART yang ada saat ini itu sudah diberlakukan sebagai syarat dan pedoman keorganisasian untuk kepengurusan hasil Muktamar 2020 hingga demisioner pada tahun 2025,” kata Aftoni dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, nalar hukum keorganisasian akan menjadi tidak sinkron jika AD/ART yang ada saat ini dijadikan acuan untuk syarat caketum muktamar untuk masa bakti kepengurusan tahun 2025—2030.
Apabila masih menggunakan AD/ART yang lama, kata dia, berarti ketua umum dan formatur terpilih belum bisa melakukan perubahan susunan kepengurusan.
Aftoni menegaskan bahwa tidak pernah ada AD/ART untuk dua kali muktamar, kecuali muktamirin tidak menghendaki perubahan.
Namun, dia menilai bahwa tujuan muktamar akan dipertanyakan jika menutup diri terhadap perubahan.
Kewenangan perubahan AD/ART, kata dia, sudah jelas diatur pada muktamar, sesuai dengan Anggaran Dasar Pasal 58 ayat (2) huruf a, yakni wewenang muktamar adalah menetapkan dan/atau merubah AD/ART, pemberlakuannya mengikat secara internal sejak diputuskan dalam forum muktamar.
“Perubahan AD/ART akan berlaku saat itu juga, saat ditetapkan di forum muktamar, termasuk juga dari syarat calon ketua umum hingga perubahan-perubahan peraturan lainnya,” tuturnya.
Dikatakan pula bahwa hierarki organisasi PPP menurut AD/ART berlaku top down atau dari atas ke bawah, yang dimulai dari muktamar untuk memilih ketua umum dan perubahan struktur pengurus tingkat pusat, lalu musyawarah wilayah (muswil) untuk memilih ketua dewan pimpinan wilayah (DPW) beserta perubahan susunan kepengurusan di tingkat provinsi.
Dilanjutkan dengan musyawarah cabang (muscab) untuk memilih ketua dewan pimpinan cabang (DPC) beserta perubahan susunan kepengurusan tingkat kabupaten/kota dan seterusnya hingga tingkat kecamatan (pimpinan anak cabang/PAC) dan desa/kelurahan, yang disebut ranting.
Apabila ada yang menafsirkan bahwa perubahan AD/ART berlaku setelah terbit keputusan Menteri Hukum, menurut dia, pemikiran tersebut merupakan logika yang keliru.
Dengan demikian, sambung dia, keputusan muktamar sudah mengikat secara hukum internal dan berlaku saat itu juga.
Perihal keputusan Menteri Hukum itu, menurut Aftoni, wilayahnya beda. Hal itu sebagai bentuk legal formal yang diatur dalam undang-undang sebagai syarat untuk mengikuti tahapan pemilu, syarat pengajuan dana bantuan partai politik, atau hal lain yang berkaitan dengan hukum ketatanegaraan.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum PPP Mardiono mengatakan bahwa AD/ART yang ada saat ini akan tetap menjadi acuan dalam pelaksanaan Muktamar 2025.
Perubahan AD/ART, kata dia, akan dilakukan pada muktamar mendatang seiring dengan pengajuan surat keputusan (SK) kepengurusan baru ke Kementerian Hukum.
“Jadi, dalam pelaksanaan muktamar besok, ya tentu mengacu kepada AD/ART yang existing sekarang,” kata Mardiono saat ditemui usai Mukernas II PPP di Jakarta, Sabtu (14 Desember 2024).
Adapun dalam Muktamar X akan dipilih Ketua Umum PPP 2025—2030. Beberapa nama calon Ketua Umum PPP berdasarkan aspirasi yang ada, yakni dari internal, Sandiaga Uno, Taj Yasin, Arwani Thomafi, dan Rusman Ya’qub.
Dari eksternal, mencuat beberapa nama seperti Amran Sulaiman, Agus Suparmanto, Marzuki Ali, Anies Baswedan, hingga Joko Widodo.(JR)