JAKARTA | Harian Merdeka
Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5% menuai pro dan kontra.
Kenaikakan upah minimum diapresiasi para buruh sebagai wujud keberpihakan terhadap kesejahteraan pekerja, tapi menuai kritik dari kalangan pengusaha, terutama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Polemik ini mencerminkan ketegangan antara upaya memenuhi keadilan sosial dengan keberlanjutan ekonomi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan keputusan kenaikan ini telah sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) dan Konvensi ILO Nomor 131 tentang penetapan upah minimum.
Konvensi tersebut mengatur bahwa upah minimum harus mempertimbangkan dua faktor utama yakni standar biaya hidup yang layak atau kebutuhan hidup layak (KHL) dan Indikator makroekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
ia menilai angka 6,5% adalah keputusan moderat yang tidak hanya mempertimbangkan kemampuan pengusaha, tetapi juga memberikan ruang bagi peningkatan kesejahteraan buruh.
Keberatan yang ditunjukkan oleh Apindo dan Kadin dinilai Said Iqbal sebagai sikap yang kontradiktif dan melawan hukum nasional maupun standar internasional.
Ia mempertanyakan mengapa kalangan pengusaha kini “sewot dan marah-marah” atas kebijakan yang sebenarnya telah dirancang secara legal.
“Kok sekarang malah mereka sendiri yang berteriak-teriak? Padahal perubahan peraturan yang sering terjadi, seperti KHL hingga PP 51/2023, itu adalah desakan dari kalangan pengusaha sendiri,” kritik Said Iqbal.
Said Iqbal menjelaskan bahwa perubahan regulasi terkait upah minimum, mulai dari PP 78/2015 hingga Omnibus Law UU Cipta Kerja, bukanlah inisiatif buruh, melainkan hasil lobi pengusaha. Oleh karena itu, keberatan pengusaha terhadap kenaikan ini dinilai tidak konsisten.
Keputusan ini memberikan angin segar bagi kalangan buruh. Kenaikan upah minimum bukan hanya soal nominal, tetapi juga tentang keadilan dan pengakuan atas kontribusi pekerja dalam pembangunan ekonomi nasional.
Harapan untuk Kebijakan Pro-Buruh: Langkah ini diharapkan menjadi awal dari kebijakan yang lebih berpihak kepada kesejahteraan pekerja. Peningkatan Daya Beli: Dengan upah yang lebih tinggi, daya beli buruh akan meningkat, yang pada akhirnya juga berdampak positif pada perekonomian. (jr)