JAKARTA | Harian Merdeka
Pemungutan suara pemilihan umum (pemilu) diusulkan tidak lagi dilakukan dalam sehari, tetapi tujuh hari guna mengakomodasi hak suara dari berbagai kalangan masyarakat.
“Kalau buat saya tidak harus satu hari … seminggu cukup,” ucap anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera usai kegiatannya di Kantor KPU RI, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pencoblosan surat suara tidak harus dilakukan pada hari Rabu dan selesai pada hari itu juga, seperti yang selama ini diterapkan. Dia menilai, cara itu belum optimal karena tidak semua masyarakat yang memiliki hak suara dapat meluangkan waktunya.
Dia mengusulkan setiap daerah bisa mengajukan hari pencoblosan sesuai dengan lingkungan dan karakteristik masyarakat setempat.
“Misal, Bekasi kabupaten, itu kan the biggest industrial park (kawasan industri terbesar) di Indonesia. ‘Pokoknya Rabu,’ ya, proteslah mereka. Satu hari mereka shutdown (berhenti), cost (ongkos)-nya tinggi sekali, padahal mereka terikat kontrak dengan banyak pihak,” kata dia.
Selain itu, Mardani juga menyarankan agar tempat pemungutan suara (TPS) dibuka hingga sore hari. Pemungutan suara, katanya pula, dapat dilakukan di sekolah-sekolah sehingga tidak perlu membangun banyak TPS.
“Nanti pilihannya begini, dipaksa hadir atau partisipasi berkualitas? Nah, saya lebih memilih partisipasi berkualitas,” katanya.
Adapun Mardani hadir di KPU sebagai narasumber dalam diskusi publik bertajuk Tantangan Digitalisasi Pemilu dan Bonus Demografi menuju Indonesia Emas.
Pada kesempatan tersebut, ia mempertanyakan pemungutan suara di dalam negeri yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pemilu sehari terbesar di dunia. Ia pun mencontohkan pelaksanaan pemilu di negara lain.
“India itu dua bulan. Amerika sebulan. Kita maksain sehari. Ngapain sih maksa-maksain?” katanya.(JR)







