JAKARTA | Harian Merdeka
Sejak pandemi covid-19, terjadi penurunan daya beli lantaran tingginya utang masyarakat. Banyak masyarakat yang terlilit utang online lias pinjol.
Penurunan daya beli masyarakat diakibatkan karena banyak dari masyarakat di Indonesia memiliki utang digital di platform pinjaman online.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 137 juta masyarakat Indonesia berusia 15 tahun yang memiliki utang. Jumlah utang pinjol masyarakat Indonesia meyentuh angka Rp66 triliun pada September akhir, demikian dilansir dari Nikkei, Senin (9/12).
Jumlah utang pinjol masyarakat RI meningkat selama lima tahun terakhir. Naik dari sebelumnya 18,6 juta peminjam dengan total utang sebesar Rp13,16 triliun pada 2019.
Peningkatan ini disebabkan oleh kemerosotan ekonomi pasca pandemi, menurut Institute for Development of Economics dan Keuangan (INDEF).
“Peningkatan tajam ini terjadi ketika banyak orang, terutama di kelas menengah, berjuang menghadapi kemerosotan ekonomi pascapandemi sambil mempertahankan tingkat pengeluaran yang diperlukan sebelum pandemi,” ungkap Pengamat Ekonomi INDEF Izzudin Al Farras.
Pinjaman ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan persentase 80% dari total jumlah penduduk Indonesia. Menurut Farras, banyak pengguna pinjaman online masih buta finansial dengan tidak memahami cara kerja kredit dan bunga.
“Pengguna hanya fokus pada jumlah yang mereka pikir akan mereka terima tanpa memahami tanggung jawab dan risiko pinjaman mereka,” kata Farras.
Hal tersebut juga diakui oleh Asosiasi Fintech Indonesia dimana perlu adanya literasi keuangan.
“Aftech menyadari pentingnya menjaga pertumbuhan harus diselaraskan dengan literasi keuangan tentang penggunaan yang bijak, perencanaan keuangan, dan kesadaran akan risikonya,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Aftech, Firlie Ganinduto.
Demikian gambaran penurunan daya beli masyarakat yang disebabkan karena utang pinjol yang di alami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. (jr)