JAKARTA | Harian Merdeka
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo, menilai kebijakan impor beras yang diterapkan pemerintah saat ini efektif dalam menjaga stabilitas harga pangan dan kesejahteraan petani.
Menurutnya, langkah impor hanya berdampak pada inflasi, jika dilakukan ketika produksi beras dalam negeri mengalami penurunan.
“Kebijakan impor beras ini sangat efektif. Terbukti dengan adanya impor, harga gabah di tingkat petani masih tetap berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP),” ujar Sadar saat ditanya mengenai kinerja pemerintah dalam mengatur volume impor beras sesuai kebutuhan dalam negeri, dikutip liputan6 com, Rabu (2/10).
Sadar melanjutkan, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah memperhatikan kesejahteraan petani dalam merumuskan kebijakan impor beras.
Regulasi HPP gabah yang diterapkan Bapanas dinilai sangat membantu petani karena perhitungannya berdasarkan biaya produksi gabah yang riil dan sudah disesuaikan dengan keuntungan yang wajar.
“Regulasi HPP dari Bapanas sangat membantu petani. Struktur perhitungan HPP gabah telah memperhitungkan biaya riil produksi dan keuntungan yang wajar bagi petani,” jelasnya.
Ia mengungkapkan neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik karena upaya pemerintah dalam menjaga agar kebijakan impor beras tetap selaras dengan target swasembada pangan nasional. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk memprediksi kapan impor perlu dilakukan secara tepat.
Dengan kebijakan yang tepat, impor beras diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara pasokan dan harga pangan, tanpa mengorbankan target swasembada maupun kesejahteraan petani di Indonesia.
“Neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik, sehingga dapat diprediksi dengan tepat kapan impor harus dilakukan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso menjelaskan, sejatinya impor beras dilakukan karena pasokan dalam negeri berkurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk tujuan komersial.
Menurutnya, impor beras bukanlah penyebab inflasi, terutama karena beras impor dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) dan ditujukan sebagai bantuan pangan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
“Impor beras bukan penyebab inflasi. Tujuan impor adalah memastikan ketersediaan pangan dan menstabilkan harga melalui program SPHP, di mana beras dijual di bawah harga pasar,” ujarnya.
Sutarto juga menyarankan agar beras impor tidak dilepas ke pasar selama masa panen agar pasar dapat diisi oleh beras hasil produksi dalam negeri terlebih dahulu.
“Pada saat panen, harapan petani adalah beras impor jangan dilepas dulu, agar pasar diisi oleh beras dalam negeri,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa penurunan produksi beras tidak hanya disebabkan oleh fenomena El Nino, melainkan juga telah terjadi sejak 2018 karena konversi lahan, fragmentasi, dan mahalnya sewa lahan.
“Setiap tahun terjadi penurunan luas panen, yang berdampak pada produksi. Selain itu, jaringan irigasi juga belum tersentuh,” ungkapnya. (jr)