JAKARTA | Harian Merdeka
Koperasi sudah menjadi cerita sejak lama, tepatnya di era Bung Hatta, sebagai tokoh koperasi Indonesia, yang digagas sebelum kemerdekaan. Secara otentik, koperasi tertuang pada Pasal 33 ayat 1 dlm UUD 1945.
Dalam perjalanannya, Bung Hatta menekankan bahwa koperasi itu sebuah persekutuan cita cita. Koperasi itu sebuah gerakan yg menjadi alternatif kekuatan ekonomi, dan koperasi bukan persekutuan modal .
Di era pemerintahan orde baru, bergulir KUD (Koperasi Unit Desa) yang berperan dan bergerak dalam penyedian kebutuhan masyarakat berkaitan dengan kegiatan Koperasi unit desa dapat juga dikatakan sebagai wadah ekonomi pedesaan diselenggarakan oleh masyakat dan untuk masyakat baik konsumsi, produksi pertanian, simpan pinjam dan konsumsi.
Bahkan pada masa Orde Baru, keberadaan KUD mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan melibatkannya dalam berbagai kegiatan perekonomian di perdesaan yang sampai kini masih ada meski ada yang harus tersingkirkan akibat adanya BUMDes
Walaupun KUD dipertegas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984, seiring berjalannya waktu, keberadaan KUD mulai terlupakan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Keberadaan KUD sebagai lembaga ekonomi sosial di pedesaan seolah “tenggelam” dengan hadirnya lembaga perekonomian baru yang dikenal dengan sebutan Badan usaha milik desa (BUMDes).
BUMDes dan Koperasi Merah Putih
Minimnya pendapatan pengurus dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) serta kurangnya kemampuan manajerial membuat banyak direktur atau pengurus yang tidak betah mengurusi BUMDes. Bahkan tak jarang dalam hitungan bulan pengurus BUMDes sudah silih berganti..
Perlu diketahui, dalam BUMDes sistem berusaha sudah terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) artinya ada perkuatan Digitalisasi.
Saat ini pemerintah telah mengucurkan dana desa tahun 2025 untuk 74 ribu desa di seluruh Indonesia. Nilai dananya tidak sedikit, yakni Rp 71 triliun.
Di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, koperasi berganti nama menjadi Koperasi Desa Merah Putih. Fungsinya menjadi outlet atau gerai sembako, outlet gerai obat murah, apotek desa, outlet kantor koperasi, outlet unit usaha simpan pinjam koperasi, outlet klinik desa, outlet cold storage, serta distribusi logistik.
Program 74 ribu koperasi, Pembentukan koperasi desa merah putih ditargetkan pada 12 Juli mendatang. Tentunya, ini harus kerja keras mengingat banyak hal di lapangan yang perlu diselesaikan termasuk penghapusan hutang, RUU perkoperasian dan sebagainya. Skema perbankan yang akan menyalurkan pinjaman sekitar Rp5 miliar untuk setiap Koperasi Desa Merah Putih.
Perlunya Perencanaan
Pemerintah setidaknya akan memonitor secara detil terhadap keberadaan kelembagaan yang sudah ada seperti KUD, dan BUMdes meski diketahui banyak KUD dan BUMdes hanya cuma papan nama yang perlu direvatilisasi. Ini menjadi tantangan dan persaingan agar tidak terjadi tumpang tindih.
Dengan begitu, kini saatnya pemerintah mendorong potensi KUD ,BUMDes dan Koperasi Merah Putih untuk berkolaborasi dan tidak saling sikut dalam membangun pondasi ekonomi rakyat.
Sistem monitoring kelembagaan dan yang terpending harus disadari bahwa koperasi itu sebuah gerakan ekonomi.
Melihat contoh seperti Rabobank adalah bank koperasi internasional asal Belanda yang berdiri dari koperasi pertanian. Umur bank ini lebih dari 125 tahun dan berkembang di 35 negara dengan 2,3 juta anggota .
Contoh dalam negeri adalah Koperasi Karyawan Indocement atau KKI yang memutuskan untuk membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp10,7 miliar kepada anggotanya dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) ke-47 dengan 2.958 anggota.
Berdasarkan data statistik, koperasi di Indonesia berjumlah 130.354 dengan volume usaha mencapai 197 triliun pada tahun 2022.. Dengan melihat contoh sukses tersebut maka koperasi seharusnya kita yakini sebagai pondasi ekonomi rakyat .
Semoga dengan kolaborasi KUD , BUMDes dan Merah Putih mampu diharapkan mampu menopang secara kuat dan kokoh pondasi ekonomi rakyat. Sehingga, agar pertanyaan masihkah koperasi sbg soko guru ekonomi terjawab dg tegas dan terukur. (jr)