JAKARTA | Harian Merdeka
Tupperware Brands (TUP.N) terancam kebangkrutan. Perusahaan ini telah mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Bab 11.
Permohonan tersebut diakukan oleh perusahaan multinasional Amerika yang memproduksi lini produk rumah tangga yang meliputi peralatan dapur, persiapan, wadah penyimpanan, dan produk penyajian untuk dapur dan rumah buntut kerugian kronis yang meningkat imbas buruknya permintaan beberapa tahun belakangan ini.
Perusahaan yang produknya melejit di era 1950-an atau ketika perempuan generasi pascaperang mengadakan “pesta Tupperware” ini juga bangkrut karena kalah dengan para pesaingnya, terutama mereka yang membuat wadah penyimpan lebih murah dan ramah lingkungan.
Seperti dikutip dari Reuters, Tupperware menyatakan permohonan kebangkrutan dilakukan karena perusahaan meragukan kemampuan untuk tetap menjalankan roda bisnis. Keraguan muncul setelah mereka beberapa kali gagal memperbaiki kondisi keuangan karena likuiditas yang bermasalah.
Sementara itu berdasarkan dokumen permohonan kebangkrutan yang mereka ajukan, Tupperware tercatat memiliki aset sebesar US$500 juta-US$1 miliar. Mereka juga memiliki kewajiban US$1 miliar-US$10 miliar.
Dokumen juga mencantumkan jumlah kreditur Tupperware yang mencapai 50.001 dan 100 ribu.
Pada 2023, perusahaan sejatinya telah menyelesaikan perjanjian dengan pemberi pinjaman untuk merestrukturisasi kewajiban utangnya, dan menandatangani bank investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis. Tapi itu semua tak cukup menolong Tupperware.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makroekonomi yang menantang,” kata Chief Executive Officer Laurie Goldman dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan tersebut mengatakan pihaknya bermaksud untuk mendapatkan persetujuan pengadilan untuk terus menjual produknya dan merencanakan proses penjualan untuk bisnis tersebut. (jr)