JAKARTA | Harian Merdeka
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa partainya akan mengumumkan 27 kader yang dipecat dari keanggotaan partai, pada 17 Desember yang akan datang. Pengumuman itu rencananya digelar di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
“Nanti akan diumumkan tanggal 17 Desember bersama-sama. Sekaligus nanti dalam upacara partai kita akan umumkan, juga dalam protokol partai,” kata Hasto dalam konferensi pers di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Hasto berharap momentum tersebut membuat para kader PDI-P sadar dalam komitmen berpartai politik. Menurutnya, setiap orang yang ingin berpartai politik semestinya mementingkan hal yang lebih besar, yaitu kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
“Sehingga mereka yang menjadi anggota partai harus digerakkan dan punya komitmen di dalam membangun disiplin ideologi, disiplin terhadap komitmen untuk wong cilik, disiplin dalam melakukan pergerakan untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang membebaskan bagi penderitaan rakyat,” jelas Hasto.
Lebih rinci, Hasto menjelaskan, ada beberapa kategori pelanggaran yang membuat para kader itu dipecat. Pertama, ada kader yang melanggar ketentuan partai karena mendukung calon kepala daerah atau calon presiden dan wakil presiden lain pada Pemilu 2024. “Termasuk, kemudian, kaki dua. Tidak menjalankan perintah partai. Karena kedisiplinan itu harus ditegakkan,” tegas politikus asal Yogyakarta ini.
Hasto mengatakan, pemecatan kader-kader ini juga sudah melalui mekanisme partai. Dalam artian, tidak dilakukan secara mendadak. Menurutnya, sudah ada proses berupa pemanggilan surat kepada kader-kader yang akan dipecat. Salah satunya surat yang dikeluarkan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun.
“Bahkan Pak Komarudin Watubun itu pada tanggal 11 Oktober itu sudah mengeluarkan berbagai rekomendasi-rekomendasi itu terkait dengan Pilpres. Dan kemudian terkait dengan Pilkada itu sudah diusulkan dari daerah-daerah di beberapa wilayah. Seperti di Nias, itu kalau tidak salah ada tiga (yang akan dipecat). Di Jawa Timur juga ada, di Jawa Tengah itu juga ada,” pungkasnya.
Adapun sebelumnya, pada hari yang sama, DPP PDI-P menggelar rapat tertutup membahas 27 kader partai yang akan diberhentikan.Hal ini disampaikan Hasto saat memulai konferensi pers di Sekolah Partai. Namun Hasto tak menjawab gamblang apakah salah satu dari 27 kader itu termasuk Joko Widodo, Presiden ke-7 RI yang dulu diusung oleh PDI-P.
Sebelumnya, Hasto menegaskan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka hingga Bobby Nasution, bukan lagi menjadi bagian dari PDIP.
“Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan,” kata Hasto.
Hasto menyampaikan, partai telah menilai jika praktik-praktik politik yang dijalankan Jokowi dan keluarganya sudah tidak lagi sejalan dengan cita-cita partai yang telah diperjuangkan sejak masa Bung Karno.
“Sehingga itulah yang terjadi, dan kemudian kita melihat bagaimana ambisi kekuasaan ternyata juga tidak pernah berhenti,” ujarnya.
Hasto menambahkan, terkait Gibran Rakabuming Raka sendiri secara otomatis tidak lagi menjadi kader PDIP ketika pencalonan dianggap mengangkangi konstitusi pada Pilpres 2024 lalu.
“Apalagi melalui suatu proses mencederai konstitusi dan demokrasi itu, terbukti dengan pelanggaran etik yang sangat berat terhadap saudara Anwar Usman. Maka pada saat itu juga, ketika konstitusi saja dikebiri, maka otomatis status seluruh kelekatan yang berkaitan dengan PDI Perjuangan sudah dinyatakan berakhir. Mengapa? Karena PDIP digerakkan oleh suatu cita-cita,” tegas Hasto.
Menurut Hasto, DPC PDIP Kota Surakarta juga sudah mengirimkan surat pemberhentian Gibran sebagai kader partai berlambang banteng moncong putih.
Sementara itu, terkait menantu Jokowi, Bobby Nasution, Hasto juga menegaskan sudah tidak lagi menjadi kader PDIP. Ia menyebut, ada sejumlah anomali dalam proses Pilkada di Sumatera Utara.
“Dan kemudian membangun suatu rezim kekuasaan dengan segala cara, bahkan masyarakat Sumatera Utara bisa merasakan bagaimana ketika Saudara Bobby Nasution itu dipaksakan untuk menjadi calon gubernur, dan proses pemilihan menjadi gubernur itu juga melalui pengerahan aparatur negara, sumber-sumber daya negara, dan suatu kontestasi yang sangat tidak fair,” bebernya.
“Maka di situ semua menjadi bukti-bukti pengingkaran konstitusi dan demokrasi itu sendiri. Ketika seseorang sudah berkhianat terhadap konstitusi, sudah berkhianat terhadap demokrasi, dan juga menyalahgunakan hukum, maka sanksi dari rakyat itulah yang dibebankan kepada mereka-mereka yang secara sengaja telah merusak demokrasi itu sendiri,” imbuhnya menegaskan.
Atas dasar itu, masih kata Hasto, keanggotaan PDIP bukan semata-mata pada ada atau tidaknya KTA, tapi pada komitmen membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Hasto menyampaikan keanggotaan PDIP bukanlah semata-mata pada ada atau tidaknya kartu keanggotaan saja, tetapi pada komitmennya di dalam membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
PDI Perjuangan percaya pada nilai-nilai Satyam Eva Jayate. Sehingga mereka yang menahan angin akan menuai badai. Itulah yang kita yakini sebagai suatu bangsa. Karena di dalam sejarah peradaban keempat manusia, tidak ada kekuasaan otoriter sekuat apa pun mampu bertahan, kecuali mereka-mereka akhirnya menjadi sisi-sisi gelap dalam sejarah,” tuturnya.
Dalam proses yang dilakukan oleh PDI Perjuangan ini, Hasto memastikan partai tidak akan pernah kehilangan gagasan-gagasan ideal bahwa dari seorang rakyat biasa bisa berproses menjadi seorang pemimpin. Namun, praktik-praktik politik yang dilakukan Jokowi dan keluarga tentunya harus bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi semua pihak, utamanya bagaimana menjalankan disiplin partai.
“Kemudian bagaimana rapat Kerja Nasional yang ke V, kami juga telah menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia tentang seorang pemimpin yang karena kekuasaannya kemudian bisa berubah dan mengubahkan cita-cita yang membentuknya,” ucapnya. (hab)