Oleh : Angwar Sanusi
Sudah lama hubungan @ganjarpranowo dan warga Nahdatul Ulama terjalin begitu erat, baik secara emosional maupun ideologis. Selain istrinya merupakan keluarga besar pengasuh pondok pesantren, kerangka pemikiran dan sikap Ganjar dalam bernegara juga sangat merepresentasikan gagasan NU. Sengkuyung, moderat, dan tegas menjunjung toleransi.
Cacatan ini sebetulnya aku buat karena berangkat dari rasa kekagumanku pribadi. Tadi pagi aku melihat vidio Ganjar berziarah ke makam Mbah Moen atau KH Maimoen Zubair di Ma’la, Makkah. Aku baru tahu, rupanya setiap kali pergi umrah, Ganjar selalu menyempatkan diri bersimpuh dan mendoakan ulama besar tersebut.
Tentu itu adalah aktivitas sederhana, mungkin juga sepele, namun memperlihatkan padaku tentang kerendahan hati dan kesetiaan dari seorang pria berambut putih tersebut. Kesetiaan di kalangan politisi, anda tahu, adalah sesuatu yang sudah sangat langka.
Selama kepemimpinannya di Jawa Tengah, Ganjar memang seringkali melibatkan para ulama. Bukan hanya untuk dimintai pendapat soal rencana pembangunan, namun juga sebagai pengingat atau yang mengingatkan, bilamana laku maupun kebijakannya sebagai pemimpin dinilai keliru.
Dan yang penting, adalah semangat Ganjar dalam memberikan rasa keberadilan untuk semua. Ia menciptakan sekolah gratis karena satu kesadaran, bahwa warga kurang mampu juga berhak mendapatkan masa depan yang baik melalui jalur pendidikan. Selama menjabat gubernur, Ganjar juga memberikan kartu sejahtera bagi masyarakat rentan dan non produktif untuk memastikan akses kesehatan dan kebutuhan keseharian mereka tidak terkendala. Rasa keberadilan ini juga menjadi rangkaian dari alur prinsip Ahlussunnah wal Jamaah.
Dari sinilah kiranya semua menjadi terang. Kenapa warga Nahdatul Ulama kemudian lebih condong memilih Ganjar, bukan Prabowo maupun Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Bahkan suara warga NU ke PDIP sendiri jauh lebih besar daripada ke PKB, yang melabeli diri sebagai partainya wong NU. Fakta itu bisa terlihat dari survei terbaru Litbang Kompas, maupun LSI Denny JA.
Jika menengok sejarah, masyarakat Nahdliyin dengan kelompok nasionalis memang selalu berjalan beriringan dalam membangun bangsa ini. Artinya Ganjar dan warga NU akan sulit dipisahkan. Mereka telah menjadi satu kesatuan, ibarat anggota tubuh, hubungan keduanya saling melengkapi.
Menciptakan suasana yang sejuk dan damai, guyup rukun, merakyat, adalah tradisi yang sudah mengakar kuat di kalangan NU. Dan satu lagi yang harus ada yaitu humor. Paket itulah yang juga aku lihat ada pada diri Ganjar Pranowo.(*)